KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah Dzat yang menghias nurani hamba-hambanya dengan cahaya hidayah
dan mendidik jiwa mereka dengan keindahan. Syukur alhamdulillah penulis
panjatkan kehadirat-Nya, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas pembuatan Makalah dengan judul “ Tokoh Pendidikan di Indonesia“. Tak lupa pula sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada
baginda Muhammad SAW. Semoga sejahtera tetap terlimpah untuk keluarga baginda,
para sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Dalam
penyusunan Makalah ini, penulis berusaha dan berupaya semaksimal mungkin untuk
mengaplikasikan teori-teori yang telah penulis peroleh dari buku-buku literatur
yang berhubungan dengan mata kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan, serta tak lepas pula dari bimbingan, arahan
serta dukungan baik materi maupun spiritual dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya pada:
1.
Eko Andy Purnomo , S.Pd., M.Pd . selaku dosen pengampu mata kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan.
2.
Rekan-rekan dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan
satu-persatu, yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Dalam pembuatan Makalah ini,
penulis menyadari sepenuhnya adanya kekurangan baik dari segi penulisan maupun
isi pembahasan, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun dari
para pembaca sangat penulis harapkan demi kesempurnaan pembuatan Makalah selanjutnya.
Harapan penulis semoga Makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis
pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Semarang, 14 Desember 2020
1.1 Pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam Pendidikan
2.1 Pemikiran K.H Hasyim Asy’ari tentang pendidikan
3.1 Pemikiran Pendidikan
Menurut K.H. Ahmad Dahlan
4.1 Pemikiran Kartini Dalam Pendidikan
A. Relevansi pemikiran pendidikan
Ki Hajar Dewantara dengan pendidikan sekarang
B. Relevansi pemikiran pendidikan
K.H Hasyim Asy’ari dengan pendidikan sekarang
C. Relevansi Pemikiran Pendidikan Islam Tokoh K.H. Ahmad
Dahlan Dengan Pendidikan Masa Terkini
D. Relevansi Pemikiran Pendidikan Islam Tokoh RA Kartini
Dengan Pendidikan Masa Terkini
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sesungguhnya pendidikan yang kita
laksanakan sekarang ini tidaklah terlepas dari usaha-usaha para tokoh
pendidikan yang dahulu telah merintisnya dengan perjuangan yang sangat berat
dan tidak mengenal lelah. Oleh karena itu bila kita berbicara entang pendidikan
yang kini berlangsung tidaklah arif bila tidak membicarakan sosok dan tokoh-tokoh
pendidikan tersebut, dengan hanya menerima jerih payah dan karya mereka.
Jauh sebelum
kemerdekaan RI, banyak tokoh indonesia yang memiliki pemikiran maju, khususnya
dalam bidang pendidikan. Beberapa tokoh pendidikan seperti Ki Hajar Dewantara,
KH Ahmad Dahlan, Raden Ajeng Kartini dan KH Hasyim Ashari merupakan sejumlah
tokoh pendidikan pribumi yang memberikan warna pendidikan sampai saat ini.
Tokoh-tokoh tersebut adalah insan-insan bermartabat yang memperjuangkan
pendidikan dan sekaligus pejuang kemerdekaan yang berjuang melepaskan
cengkeraman penjajah dari bumi Indonesia.
Pada dasarnya
cukup banyak tokoh pelaku sejarah yang sangat berjasa dalam dunia pendidikan di
Indonesia. Namun, dalam kesempatan ini hanya sebagian yang bisa dikemukakan,
dengan tidak mengurangi dan mengecilkan arti perjuangan dan jasa-jasa tokoh
lain.
Atas dasar
inilah penulis menjelaskan pokok bahasan
ini dengan tujuan agar para mahasiswa, mahasiswi dan siapa saja yang terlibat
untuk selalu mengenang dan tidak pernah melupakan karya-karya tokoh-tokoh
pendidikan yang memiliki pemikiran maju, dan memberikan warna pendidikan sampai
saat ini. Diharapkan pembahasan ini memberikan perluasan wawasan bagi mahasiswa
dan memberikan penjelasan pemahaman yang lebih baik dari sebelumnya.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan
masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana riwayat
hidup dan Pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam
membangun pendidikan di Indonesia
2.
Bagaimana riwayat
hidup dan Pemikiran KH Hasyim Ashari dalam membangun pendidikan di
indonesia
3.
Bagaimana riwayat
hidup dan Pemikiran KH Ahmad Dahlan dalam membangun
pendidikan di indonesia
4.
Bagaimana riwayat
dan Pemikiran Raden Ajeng Kartini dalam membangun pendidikan
di Indonesia
1.3 Tujuan
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Riwayat hidup dan pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam membangun pendidikan
di indonesia
2. Riwayat hidup dan pemikiran KH Hasyim Ashari dalam membangun
pendidikan di indonesia
3. Riwayat hidup dan pemikiran KH Ahmad Dahlan dalam
membangun pendidikan di indonesia
4. Riwayat dan pemikiran Raden Ajeng Kartini
dalam membangun pendidikan di Indonesia
KAJIAN LITERASI
1.
Ki
Hajar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara yang memiliki nama asli R.M Suwardi Suryaningrat 2
Mei 1889, tanggal tersebut ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia
berdasarkan keputusan Presiden Republik Indonesia (RI) nomor 316 tahun 1959,
pada tanggal 16 Desember 1960. Pria yang lahir dari keluarga ningrat di
Pakualaman, Yogyakarta merupakan cucu dari Sri Paku Alam III, sedangkan Ayahnya
bernama K.P.H Suryaningrat dan Ibundanya bernama Raden Ayu Sandiyah yang
merupakan buyut dari Nyai Ageng Serang, seorang keturunan dari Sunan Kalijaga.
Pria yang meninggal dunia pada tanggal 26 April 1959 itu ditetapkan sebagai
pahlawan nasional dua hari setelah kepergiannya. Karena ia dianggap sangat
berjasa bagi kemajuan pendidikan Indonesia. Beliau juga mendirikan Perguruan
Taman Siswa yang merupakan sebuah tempat belajar untuk menyetarakan pendidikan
yang sama dengan orang-orang dari kasta lebih tinggi. Sebab pada zaman
penjajahan Belanda, pendidikan hanya di perbolehkan untuk warga Belanda sendiri
dan orang-orang terpandang saja.
1.1 Pemikiran Ki Hajar Dewantara
dalam Pendidikan
Pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang sangat familiar ditelinga masyarakat
Indonesia adalah Tiga Semboyan yang selalu diterapkannya dalam pendidikan.
Secara utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa berbunyi: Ing Ngarsa Sung Tulada
(Didepan, seorang pendidik memberi teladan atau contoh tindakan yang baik), Ing
Madya Mangun Karso (Ditengah atau diantara murid , guru harus menciptakan
prakarsa, semangat dan ide), dan Tut Wuri Handayani (dari belakang seorang guru
harus bisa memberikan dorongan dan arahan). Sampai saat ini slogan tersebut
menjadi acuan bagi guru untuk mendidik murid dan menjadi logo dari kementerian
pendidikan. Selain semboyan, beliau juga memiliki tiga metode yang digunakan dalam
pendidikan:
1) Metode ngerti, maksudnya adalah memberikan pengertian yang
sebanyak-banyaknya kepada pelajar, seperti mengajarkan tentang aturan yang
berlaku di dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.
2) Metode ngarasa maksudnya adalah anak dididik untuk dapat
memperhitungankan dan membedakan mana yang benar dan yang salah.
3) Metode ngelakoni maksudnya adalah harus bertanggung jawab dan memikirkan
matang-matang sebelum melakukan sebuah tindakan.
Menurut Jurnal dari Eka
Yanuarti, pemikiran Ki Hadjar Dewantara relevan dengan Kurikulum 2013 yang saat
ini dijalankan oleh Kementrian Pendidikan. Dalam tujuan pembelajaran empat
dimensi yaitu, jasmani, rohani, akal, dan sosial. Peran pendidik menurut Ki
Hadjar Dewantara adalah sebagai fasilitator dan motivator yang meletakkan mata
pelajaran pendidikan agama dan budi pekerti di setiap jenjang satuan
pendidikan.
K.H Hasyim Asy’ari
dilahirkan di Desa Nggedang,Jombang,Jawa Timur pada hari selasa kliwon tanggal
24 Dzulqaidah 1287 H/25 Juli 1871 Masehi.Nama lengkapnya Muhammad Hasyim
Asy’ari Ibn Abd al Wahid Ibn Abd Al halim yang diberi gelar pangeran bonang Ibn
Abd Al rahman yang dikenal dengan sebutan Jaka Tingkir Sultan Hadi Wijaya Ibn
Abd Allah Ibn Abd Al-Aziz Ibn Abd Al-fattah, Maulana Ishal dari Raden ‘ain Al
yaqin yang disebut Sunan Giri.[1]
Beliau mendapatkan pendidikan pertamanya oleh ayahnya yang dipelajarai
Membaca Al-Quran.Selanjutnya jenjang pendiidkannya ditempuh di berbagai
pesantren. Ia menjadi santri di Monokojo,Probolinggo kemudian pindah ke Ponpes
Langitan,Tuban,kemudian pindah lagin Ke bangkalan yang diasuh oleh Kyai
Bangkalan. Sebelum Ke Mekkah beliau menjadi santri di Siwalan panji sidoarjo.
Di pesantren ini beliau diambil menantu oleh Kysi Ya’qub yaitu dengan menikahi
putrinya bernama Khatijah. Tidak lama kemudian mereka pergi ke Mekkah untuk
melaksanakan haji dan belajar disana. Setelah melahirkan istrinya meninggal dan
disusul oleh anaknya, oleh karenanya beliau kembali ke Tanah Air dan kembali
lagi ke Mekkah untuk belajar dan melakukan ibadah haji. Beliau menetap disana
selama 7 tahun.
Pada tahun 1899 atau 1900 Masehi Ia kembali lagi ke Indonesia dan
mengajar lagi ke Ponpes milik ayahnya, kemudian Beliau mendirikan sebuah
pesantren yang bernama Tebu Ireng pada tanggal 6 Pebruari 1906. Tidak lama
didirikan Ponpes tersebut menjadi terkenal di Nusantara dan menjadi tempat
Nyantri Kader-kader Ulama untuk wilayah Jawa dan sekitarnya[3]
Aktifitas K.H Hasyim Asy’ari di bidang sosial diantaranya mendirikan
organisasi Nahdlatul Ulama bersama para ulama, seperti Syeh Abdul dan Syeh
Bisri Samsuri pada tanggal 31 Januari 1926 atau 16 Rajab 1344 H. Organisasi ini
didukung oleh para ulama jawa dan komunitas pesantren. Pada awalnya organisasi
ini untuk merespon gerakan khalifah dan gerakan kurifikasi itu deikembangkan
Rasyid Ridho di Mesir, tetapi pada perkembangannya kemudian organisasi itu
melakukan rekontruksi keagamaan yang lebioh umum. Bahkan dewas ini NU berkembang
menjadi organisasi terbesar di Indonesia[4]
Hasyim Asy’ari meninggal
pada tanggal 7 Ramadhan 1366 H bertepatan dengan 25 Juli 1947 M di Tebuireng
Jombang dalam usia 79 tahun, karena tekanan darah tinggi. Hal ini terjadi
setelah beliau mendengar berita dari Jenderal Sudirman dan Bung Tomo bahwa
pasukan Belanda di bawah pimpinan Jenderal Spoor telah kembali ke Indonesia dan
menang dalam pertempuran di Singosari (Malang) dengan meminta banyak korban
dari rakyat biasa. Beliau sangat terkejut dengan peristiwa itu, sehingga
terkena serangan stroke yang menyebabkan kematiannya[5]
2.1 Pemikiran K.H Hasyim Asy’ari tentang pendidikan
Didasari oleh kesadaran akan perlunya literatur yang membahas tentang
etika (adab) dalam mencari ilmu pengetahuan. Dalam konteks ini, K.H Hasyim
Asy’ari tampaknya berkeinginan bahwa dalam melakukan kegiatan-kegiatan
keagamaan itu disertai oleh perilaku sosial yang santun (Akhlakul Karimah).
Ditengarai, bermukimnnya KH. Hasyim As’ari selama di Makkah telah menumbuhkan
semangat perlawanan terhadap kolonialisme. Interaksi sosial yang terjalin antar
sesama pelajar dari Jawa khususnya dan daerah jajahan pada umumnya, talah
membentuk kesadaran resistensi terhadap kolonialism. KH. Hasyim Asy’ari bukan
iintelektual an sich yang bergumul dengan buku dan pesantren, seperti tercermin
dalam beberapa karyanya, tetapi memanfaatkan posisinya sebagai elit keagamaan
dalam politik.
Yang melatarbelakangi pemikiran K.H Hasyim Asy’ari tentang pendidikan
islam yang tercantum dalam kitab Adab Ta’lim wa Muta’alim yaitu situasi pada
saat itu mengalami perubahan dan perkembangan yang pesat dari kebiasaan lama
(tradisional) yang sudah mapan dalam bentuk baru ke dalam bentuk baru (modern)
akibat dari pengaruh sistem pendidikan barat di Indonesia.
Pendidikan pesantren mengalami kemajuan yang pesat sampai dengan akhir
perang Diponegoro (1785-1855). Setelah itu, pendidikan Islam, meski secara
kuantitas naik tapi secara kualitas mengalami kemunduran. Menurunnya kualitas
itu antara lain karena pesantren selama masa perang dianggap sebagai kubu
perang gerilya. Posisis ini terang sangat membahayakan pemerintah penjajah
Belanda. Keadaan ini semakin diperparah ketika pada 1888 terjadi pemberontakan
para kyai dan petani di Cilegon yang dipimpin pleh Kyai Wasir.
Pemberontakan itu menjalar ke berbagai pelosok Jawa Barat. Sejak itu
semua kegiatan pesantren diawasi oleh Belanda, bahkan penjajah melarang
masuknya kitab-kitab agama tertentu dari luar negeri. Sejak itu pula penjajah
menugaskan orientalis sejati, Snouck Hurgronye, untuk menyelidiki jemaah haji.
Menurut Belanda, setiap pemberontakan berawal dari orang-orang yang naik haji
dan pimpinan pesantren yang dianggap memiliki basis massa yang kuat. Berikutnya
pada 1905 keluar ordonansi yang berisi ketentuan pengawasan terhadap perguruan
yang hanya mengajarkan agama Islam.
Akibat itu semua terjadilah penurunan kualitas pesantren disamping
karena minimnya literature juga karena renggangnya hubungan antar ulama
pesantren. Kondisi seperti itu jelas tidak bias melahirkan kader-kader pemimpin
dari pesantren yang berpandangan luas. Karena itu butuh pembaharuan, dalam
kondisi seperti itulah muncul Kyai Hasyim Asy’ari lewat pesantrennya,
Tebuireng. Hal lain yang perlu dicatat adalah, masa ketika Hasyim Asy’ari
belajar di Makkah adalah masa dimana faham Wahabi mendapatkan tempatnya di hati
penguasa Saudi Arabia, Raja Abdul Aziz bin Saud. Penguasa ini tidak memberi
kebebasan bagi pengikut madzab yang lain.[6]
Pemikiran
K.H Hasyim Asy’ari
a)
Tujuan
Pendidikan
Terdapat dua hal yang harus
diperhatikan dalam menuntut ilmu, pertama bagi murid, hendaknya ia berniat suci
menuntut ilmu, jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal duniawi dan jangan
melecehkan atau menyepelekan. Kedua, bagi guru, dalam mengajarkan ilmu hendaknya
ia meluruskan niatnya terlebih dahulu, tidak mengharapkan materi semata-mata.
K.H. Hasyim Asy’ari menyebutkan bahwa tujuan utama ilmu pengetahuan
adalah mengamalkannya. Dalam hal belajar, yang menjadi titik penekanannya
adalah pada pengertian bahwa belajar itu merupakan ibadah untuk mencari ridha
Allah yang mengantarkan seseorang untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan
akhirat. Karenanya, belajar harus diniati untuk mengembangkan dan melestarikan
nilai-nilai Islam, bukan sekadar menghilangkan kebodohan.
Dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan menurut K.H Hasyim Asy’ari
adalah:
1. Menjadikan
insan yang bertujuan mendekatkan diri pada Allah SWT
2. Menjadi
Insan yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
b)
Konsep
pendidik
Menurut K.H Hasyim Asy’ari
etika seorang guru, adalah:
Etika seorang guru
1)
Senantiasa mendekatkan diri pada Allah
2) Takut
pada Allah, tawadhu’, zuhud dan khusu’
3) Bersikap
tenang dan senantiasa berhati-hati
4)
Mengadukan segala persoalan pada Allah
5) Tidak
menggunakan ilmunya untuk meraih dunia
Etika guru dalam mengajar :
1) Jangan
mengajarkan hal-hal yang syubhat
2)
Mensucikan diri, berpakaian sopan dan memakai wewangian
3) Berniat
beribadah ketika mengajar, dan memulainya dengan do’a
4) Biasakan
membaca untuk menambah ilmu
5)
Menjauhkan diri dari bersenda gurau dan banyak tertawa
Etika guru bersama murid :
1) Berniat
mendidik dan menyebarkan ilmu
2) Menghindari ketidak ikhlasan
3)
Mempergunakan metode yang mudah dipahami anak
4) Memperhatikan
kemampuan anak didik
5) Tidak
memunculkan salah satu peserta didik dan menafikan yang lain.
c) Konsep Peserta Didik
Menurut K.H Hasyim Asy’ari, peserta didik harus memiliki etika sebagai
berikut:
·
Etika belajar :
1. Membersihkan
hati dari berbagai gangguan keimanan dan keduniaan
2. Membersihkan
niat, tidak menunda-nunda kesempatan belajar, bersabar dan qanaah
3. Pandai
mengatur waktu
4. Menyederhanakan
makan dan minum
5. Berhati-hati
(wara’).
·
Etika seorang murid terhadap guru
1.
Hendaknya selalu memperhatikan dan mendengarkan guru
2.
Memilih guru yang wara’
3.
Memuliakan dan memperhatikan hak guru
4.
Bersabar terdapat kekerasan guru
5.
Dengarkan segala fatwa guru dan jangan menyela pembicaraannya
6.
Gunakan anggota kanan bila menyerahkan sesuatu pada
guru.
·
Etika murid terhadap pelajaran
1. Memperhatikan
ilmu yang bersifat fardhu ‘ain
2. Berhati-hati
dalam menanggapi ikhtilaf para ulama
3. Mendiskusikan
dan menyetorkan hasil belajar pada orang yang
dipercaya
4. Senantiasa
menganalisa dan menyimak ilmu
5. Bila
terdapat hal-hal yang belum dipahami hendaknya ditanyakan
d)
Kurikulum
Kurikulum atau materi yang
diterapkan Hasyim Asy’ari meliputi kajian tafsir Al-Qur’an, hadits, ushuluddin,
kitab-kitab fiqih madzhab, nahwu, shorof dan materi yang membahas tentang
tasawuf.
e)
Metode
Sistem individual yang
ditetapkan dalam metode wetonan dan sorogan, metode hafalan, Muhawarat, dan
metode muzaharat, merupakan istilah-istilah lain metode yang diterapkan pada
Islam klasik seperti al-sama’, al-imla’, al-ijaza’, mudzakara, dan munazara.
Bahkan penekanan aspek hapalan dalam penerapan metode-metode diatas yang
menjadi ciri khas pendidikan Islam klasik, juga menjadi tipikal pesantren
Tebuireng dan pesantren salaf atau tradisional. Kesimpulannya bahwa K.H Hasyim
Asy’ari dalam menggunakan metode pengajarannya lebih menitik beratkan pada
metode hafalan, sebagaimana pada umumnya menjadi karakteristik dari tradisi
Syafi’iyah dan juga menjadi salah satu ciri umum dalam tradisi pendidikan
Islam. Dalam menentukan pilihan metode pembelajaran sangat erat kaitannya
dengan tujuan, materi maupun situasi lingkungan pendidikan dimana setiap unsur
mempunyai karakteristik yang berbeda[11]
f)
Evaluasi
Mengenai evaluasi,menurut
pemikiran K.H Hasyim Asy’ari memang dalam proses evaluasi tidak menggunakan
sistem standarisasi nilai, namun jika diteliti sistem pendidikan islam
sebetulnya proses itu sudah menilai dari segala aspek yaitu aspek
kognitif,afektif dan psikomotorik.
3.
KH
Ahmad Dahlan
Kyai Haji
Ahmad Dahlan lahir di Kauman, Yogyakarta, 1 Agustus 1868 adalah seorang
Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah putera ke empat dari tujuh bersaudara
dari keluarga K.H. Abu Bakar. K.H Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib
terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu,[1] dan ibu dari
K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat sebagai
penghulu Kasultanan Yogyakarta pada masa itu. Dalam sumber lain K.H. Ahmad
Dahlan dilahirkan pada tahun 1869.K.H. Ahmad Dahlan meninggal pada tanggal 7
Rajab 1340 H atau 23 Pebruari 1923 M dan dimakamkan di Karang Kadjen,
Kemantren, Mergangsan, Yogyakarta.
Nama
kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwis. Saat masih kecil beliau diasuh
oleh ayahnya sendiri yang bernama K.H. Abu Bakar. Karena sejak kecil Muhammad
Darwis mempunyai sifat yang baik, budi pekerti yang halus dan hati yang lunak
serta berwatak cerdas, maka ayah bundanya sangat sayang kepadanya. Ketika
Muhammad Darwis menginjak usia 8 tahun Ia dapat membaca Al-Qur’an dengan
lancar. Dalam hal ini Muhammad Darwis memang seorang yang cerdas pikirannya
karena dapat mempengaruhi teman-teman sepermainannya dan dapat mengatasi segala
permasalahan yang terjadi diantara mereka.
Sebelum
mendirikan organisasi Muhammadiyah, KH.Ahmad Dahlan mempelajari
perubahan-perubahan yang terjadi di Mesir, Arab, dan India, untuk kemudian
berusaha menerapkannya di Indonesia. Ahmad Dahlan juga sering mengadakan
pengajian agama di langgar atau mushola.
3.1 Pemikiran Pendidikan Menurut K.H. Ahmad Dahlan
1) Tujuan
Pendidikan
Menurut
K.H. Ahmad Dahlan, pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk
manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan
paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan
masyarakatnya. Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan
pendidikan yang saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren
dan pendidikan sekolah model Belanda. Di satu sisi pendidikan pesantren hanya
bertujuan untuk menciptakan individu yang salih dan mendalami ilmu agama.
Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan sekuler yang
didalamnya tidak diajarkan agama sama sekali.
Melihat
ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang
sempurna adalah melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu agama dan ilmu
umum, material dan spritual serta dunia dan akhirat. Bagi K.H. Ahmad Dahlan
kedua hal tersebut (agama-umum, material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan
hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan
mengapa KH. Ahmad Dahlan mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di
Madrasah Muhammadiyah.
2) Materi
pendidikan
KH. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa kurikulum atau
materi pendidikan hendaknya meliputi:
1. Pendidikan moral, akhlaq yaitu sebagai usaha
menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
2. Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk
menumbuhkan kesadaran individu yang utuh yang berkesinambungan antara
perkembangan mental dan gagasan, antara keyakinan dan intelek serta antara
dunia dengan akhirat.
3. Pendidikan kemasyarakatan yaitu sebagai usaha untuk
menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.
3) Metode
Mengajar
Ada dua
sistem pendidikan yang berkembang di Indonesia, yaitu pendidikan pesantren dan
pendidikan Barat. Pandangan Ahmad Dahlan, ada problem mendasar berkaitan dengan
lembaga pendidikan di kalangan umat Islam, khususnya lembaga pendidikan
pesantren. Menurut Syamsul Nizar, dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam,
menerangkan bahwa problem tersebut berkaitan dengan proses belajar-mengajar,
kurikulum, dan materi pendidikan.
Dari realitas pendidikan tersebut, K.H. Ahmad Dahlan
menawarkan sebuah metode sintesis antara metode pendidikan modern Barat dengan
metode pendidikan pesantren. Dari sini tampak bahwa lembaga pendidikan yang
didirikan K.H. Ahmad Dahlan berbeda dengan lembaga pendidikan yang dikelola
oleh masyarakat pribumi saat ini. Metode pembelajaran yang dikembangkan K.H.
Ahmad Dahlan bercorak kontekstual melalui proses dialogis dan penyadaran.
Contoh klasik adalah ketika beliau menjelaskan surat al-Ma’un kepada
santri-santrinya secara berulang-ulang sampai santri itu menyadari bahwa surat
itu menganjurkan supaya kita memperhatikan dan menolong fakir-miskin, dan harus
mengamalkan isinya.
Hal ini karena pelajaran agama tidak cukup hanya
dihafalkan atau dipahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi
dan kondisi. Adapun perbedaan model belajar yang digunakan antara pendidikan di
pesantren dengan pendidikan yang diajarka oleh Ahmad Dahlan adalah sebagai
berikut:
1. Cara belajar-mengajar di pesantren menggunakan sistem
Weton dan Sorogal, madrasah yang dibangun Ahmad Dahlan menggunakan sistem
masihal seperti sekolah Belanda.
2. Bahan pelajaran di pesantren mengambil kitab-kitab
agama. Sedangkan di madrasah yang dibangun Ahmad Dahlan bahan pelajarannya
diambil dari buku-buku umum.
3. Hubungan antara guru-murid, di pesantren hubungan
guru-murid biasanya terkesan otoriter karena para kiai memiliki otoritas ilmu
yang dianggap sakral. Sedangkan madrasah yang dibangun Ahmad Dahlan mulai
mengembangkan hubungan guru-murid yang akrab.
4) Pendidik
Muhammadiyah
menanamkan keyakinan paham tentang Islam dalam sistem pendidikan dan
pengajaran. Penerapan sistem pendidikan
Muhammadiyah ini ternyata membawa hasil yang tidak tenilai harganya bagi
kemajuan, bangsa Indonesia pada umumnya dan khususnya umat Islam di Indonesia.
Muhammadiyah,
berpendirian, bahwa para guru memegang peranan yang penting di sekolah dalam
usaha menghasilkan anak-anak didik seperti yang dicita-citakan Muhammadiyah.
Yang penting bagi para guru ialah memahami dan menghayati serta ikut beramal
dalam Muhammadiyah. Dengan memahami dan menghayati serta ikut beramal dalam
Muhammadiyah, para guru dapat menjalankan fungsinya sesuai dengan apa yang
dicita-citakan Muhammadiyah.
5) Peserta
Didik
Muhammadiyah
berusaha mengembalikan ajaran islam pada sumbernya yaitu Al-Qur’an dan Hadis.
Muhammadiyah bertujuan meluaskan dan mempertinggi pendidikan agama Islam,
sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenarnya. Untuk mencapai tujuan itu,
muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran Muhammadiyah
telah mengadakan pembaruan pendidikan agama. Modernisasi dalam sistem
pendidikan dijalankan dengan menukar sistem pondok pesantren dengan pendidikan
modern sesuai dengan tuntutan dan kehendak zaman.Pengajaran agama Islam
diberikan di sekolah-sekolah umum baik negeri maupun swasta. Muhammadiyah telah
mendirikan sekolah-sekolah baik yang khas agama maupun yang bersifat umum.
Metode baru yang diterapkan oleh sekolah Muhammadiyah mendorong pemahaman Al-Qur’an
dan Hadis secara bebas oleh para pelajar sendiri. Tanya jawab dan pembahasan
makna dan ayat tertentu juga dianjurkan dikelas. “Bocah-bocah dimardikaake
pikire (anak-anak diberi kebebasan berpikir)”, suatu pernyataan yang dikutip
dari seorang pembicara kongres Muhammadiyah tahun 1925, melukiskan suasana baik
sekolah-sekolah Muhammadiyah pertama kali (Mailrapport No. 467X/25: 13).[4]
Dengan sistem pendidikan yang dijalankan Muhammadiyah,
bangsa Indonesia dididik menjadi bangsa berkeperibadian utuh, tidak terbelah
menjadi pribadi yang berilmu umum atau yang berilmu agama saja.
Raden Ajeng Kartini
lahir di Mayong (Jepara), pada tanggal 21 april 1879. Hari kelahirannya ini
sampai sekarang terus diperingati sebagai hari kartini. Beliau terkenal sebagai
seorang tokoh yang dengan gigih memperjuangkan emansipasi wanita, yakni suatu
upaya memperjuangkan hak-hak wanita agar dapat sejajar dengan kaum pria.
Perjuangan emansipasi wanita yang
dilakukan oleh R.A. Kartini tersebut disalurkan melalui pendidikan, yakni
dengan mendirikan sekolah yang khusus bagi kaum wanita.
Jenis sekolah yang dirintis dan
didirikan oleh Raden Ajeng Kartini Adalah:
1)
Sekolah gadis
jepara, dibuka pada tahun 1903
2)
Sekolah gadis di rembang
Pada dasarnya apa yang dicita-citakan
dan dilakukan oleh Kartini hanyalah sebagai perintis jalan yang nantinyaharus
diteruskan ”kartini-kartni” baru.
Raden Ajeng Kartini meninggal dalam
usia cukup muda yaitu empat hari setelah beliau melahirkan, tepatnya pada
tanggal 17 september 1904.
Untuk mengenang atau menghormati
cita-cita katrini, pada tahun 1913 didirikan sekolah rendah untuk anak-anak
perempuan di beberapa kota besar, yaitu dengan nama sekolah Kartini, bahkan
karena besarnya jasa-jasa kartini tersebut W.R. Supratman mengabadikan namanya
dalam satu buah lagu gubahannya yang berjudul ”ibu kita kartini”.
4.1 Pemikiran
Kartini Dalam Pendidikan
Pemikiran
Kartini sebagian besar dipengaruhi realitas sosial di sekelilingnya dan
interaksi gagasan dengan rekan-rekannya di Belanda. Tapi, sifat progresif yang
diwarisi dari ayahnya, Sosroningrat, bahwa pendidikan sebagai instrumen penting
kemajuan bangsa dan ilmu pengetahuan sebagai pintu kebahagiaan individu dan
masyarakat, telah membekas mendalam pada dirinya.
Kegelisahannya
terhadap situasi sosial, adat, dan kultur yang membelenggu kaum bumiputra untuk
mendapatkan pendidikan layak ia ungkapkan dalam surat-surat yang ia kirim
kepada sahabatnya di Belanda, Nyonya Abendanon. Dalam salah satu suratnya, ia
utarakan tentang pendidikan sebagai kewajiban yang mulia dan suci.
Kartini
berpandangan, merupakan kejahatan apabila dirinya sebagai pendidik tidak
memiliki kecakapan penuh sebagai pendidik. Maksudnya, seorang pendidik yang
baik seharusnya berintrospeksi diri terlebih dahulu apakah dirinya memiliki
kemampuan sebagai pendidik. Kemampuan pendidik tidak hanya profesi, tetapi juga
kecakapan moral spiritual.Jika seorang pendidik memiliki kemampuan kognitif,
sekaligus kecakapan spiritual, akan menghasilkan peserta didik yang cerdas
dalam pengetahuan dan saleh dalam perbuatan. Dalam bahasa Kartini, tujuan
pendidikan tidak hanya mencerdaskan pikiran, tetapi juga menghasilkan
pendidikan budi dan jiwa. Kartini berharap, manusia bumiputra yang diinginkan
dalam proses pendidikan menjadi individu yang memiliki kecerdasan akal dan
keluhuran budi pekerti. Dalam bahasa konstitusi kita yang tertulis di Pasal 31
ayat 3 UUD Negara RI tahun 1945 dinyatakan, "Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang
diatur dengan undang-undang.Ini berarti, pemikiran pendidikan Kartini telah
melampaui zamannya. Dalam usia 12 tahun, Kartini muda sudah mampu
memformulasikan gagasan pendidikan secara filosofis dan sosiologis. Ketika
kaumnya sedang terimpit oleh adat yang kolot dan bangsanya terbelenggu rantai
kebodohan, ia tuangkan kegelisahannya dalam lembaran surat kepada sahabatnya di
Belanda.Dalam bahasa yang kemudian disederhanakan Abendanon sebagai Habis Gelap
Terbitlah Terang, Kartini seakan-akan mencoba mengubah alam kegelapan yang
mengitari bangsanya, dikikis habis melalui pendidikan. Melalui pendidikan,
bangsanya akan menuju ke zaman terang benderang. Sebagai penganut Islam,
Kartini seakan menjawab seruan Alquran dalam surah al-Baqarah ayat 257. Buku
itu sepertinya usaha Kartini untuk menerjemahkan wahyu ilahiah terhadap
pemaknaan kegelapan sebagai kondisi kekufuran menuju kepada cahaya terang
sebagai manifestasi bentuk keimanannya kepada Allah. Kartini juga meyakini,
sebagaimana pernah diungkapkan ayahnya, pendidikan (ilmu pengetahuan) akan
membawanya menuju kebahagiaan hidup dan kesejahteraan. Paradigma berpikir ini
selaras dengan Alquran surah al-Mujadalah ayat 11 bahwa Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman dan yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat
BAB III
PEMBAHASAN
.
A.
Relevansi pemikiran pendidikan Ki Hajar
Dewantara dengan pendidikan sekarang
Akar pendidikan Ki Hajar Dewantara
menempatkan kemerdekaan sebagai syarat dan juga tujuan membentuk kepribadian
serta kemerdekaan batin bangsa Indonesia agar peserta didik selalu kokoh
berdiri membela perjuangan bangsanya. Hal itu dikarenakan kemerdekaan menjadi
tujuan pelaksanaan pendidikan, maka sistem pengajaran haruslah berfaedah bagi
pembangunan jiwa dan raga bangsa. Untuk itu, di mata Ki Hajar Dewantara,
bahan-bahan pengajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan hidup rakyat.
Bagi Ki Hajar Dewantara, pendidikan tidak
boleh dimaknai sebagai paksaan. Ia menginginkan peserta didik harus mengunakan
dasar tertib dan damai, tata tenteram dan kelangsungan kehidupan batin,
kecintaan pada tanah air menjadi prioritas. Karena ketetapan pikiran dan batin
itulah yang akan menentukan kualitas seseorang.Memajukan pertumbuhan budi
pekerti, pikiran merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan, agar
pendidikan dapat memajukan kesempurnaan hidup. Yakni, kehidupan yang selaras
dengan perkembangan dunia tanpa meninggalkan jiwa kebangsaan.
Dunia yang terus mengalami perkembangan,
pergaulan hidup antar satu bangsa dengan bangsa lainnya tidak dapat
terhindarkan. Pengaruh kebudayaan dari luar pun semakin mungkin untuk masuk
berakulturasi dengan kebudayaan nasional.Oleh karena itu, seperti dianjurkan Ki
Hajar Dewantara, haruslah kita memilih mana yang baik untuk menambah kemuliaan
hidup dan mana kebudayaan luar yang akan merusak jiwa rakyat Indonesia dengan
selalu mengingat: semua kemajuan di lapangan ilmu pengetahuan harus
terorientasikan dalam pembangunan martabat bangsa.
Ki Hajar Dewantara, melihat manusia lebih
pada sisi kehidupan psikologinya. Menurutnya, manusia memiliki daya jiwa yaitu
cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan
semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada satu
daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia.Ia
mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka hanya
akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Dan ternyata pendidikan
sampai sekarang ini hanya menekankan pada pengembangan daya cipta dan kurang
memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa. Jika berlanjut terus, akan
menjadikan manusia kurang humanis atau manusiawi.Pendidikan yang teratur adalah
yang bersandar pada perkembangan ilmu pengetahuan atau ilmu pendidikan. Ilmu
ini tidak boleh berdiri sendiri, ada saling hubungan dengan pengetahuan lain.
Ilmu harus berfungsi sebagai pelengkap sempurnanya mutu pendidikan dan
pembangunan karakter kebangsaan yang kuat.
Dalam menyelenggarakan pengajaran dan
didikan kepada rakyat, Ki Hajar menganjurkan agar kita tetap memperhatikan ilmu
jiwa, ilmu jasmani, ilmu keadaban dan kesopanan (etika dan moral), ilmu
estetika dan menerapkan cara-cara pendidikan yang membangun karakter. Seorang
pendidik yang baik, kata Ki Hajar Dewantara, harus tahu bagaimana cara
mengajar, memahami karakter peserta didik dan mengerti tujuan pengajaran. Agar
dapat mewujudkan hasil didikan yang mempunyai pengetahuan yang mumpuni secara
intelektual maupun budi pekerti serta semangat membangun bangsa.
Pendidikan nasional saat ini memiliki
segudang persoalan. Mulai dari wajah pendidikan yang berwatak pasar dan
menyebabkan hilangnya daya kritis tenaga didik terhadap persoalan bangsanya,
hingga pemosisian lembaga pendidikan sebagai sarana menaikkan strata sosial dan
ajang mencari ijazah belaka.
Di samping itu, kandungan pendidikan dan
pengajaran sekarang ini tidak memuat nilai-nilai kebangsaan. Pendidikan kini
hanya melahirkan sikap individualisme, hedonisme dan hilangnya jiwa merdeka.
Hasil pendidikan seperti ini tidak dapat diharapkan membangun kehidupan bangsa
dan negara bermartabat. Nah, di sinilah relevansi pemikiran Ki Hajar Dewantara
di bidang pendidikan: mencerdaskan kehidupan bangsa hanya mungkin diwujudkan
dengan pendidikan yang memerdekakan dan membentuk karakter kemanusiaan yang
cerdas dan beradab. Oleh karena itu, konsepsi pendidikan Ki Hajar Dewantara
dapat menjadi salah satu solusi membangun kembali pendidikan dan kebudayaan
nasional yang telah diporakporandakan oleh kepentingan kekuasaan dan pemilik
modal.
B. Relevansi
pemikiran pendidikan K.H Hasyim Asy’ari dengan pendidikan sekarang
Beliau mengemukakan bahwasannya
pendidikan islam merupakan sarana untuk mencapai kemanusiaannya sehingga
manusia dapat menyadari siapa sesungguhnya penciptanya dan untuk apa diciptakan.
Pendidikan tidak hanya dipahami sebagai pendidikan yang berlabel islam seperti
madrasah-madrasah atau Pondok-pondok pesantren, akan tetapi pendidikan islam
mencakup semua proses pemikiran,penyelenggaraan dan tujuan
Relevansi pemikiran
K.H Hasyim Asy’ari terhadap pendidikan sekarang nampak pada munculnya lembaga
yang dinaungi panji-panji islam atau lebih dikenal dengan sebutan Pondok
Pesantren.Pesantren sampai sekarang masih menjadi satu-satunya lembaga yang
diharapkan.
Konsep pendidikan oleh K.H Hasyim Asy’ari
tidak hanya berupa teori-teori saja, namun juga mempraktikkannya. Dalam
aktivitas kependidikannya walaupun pemikiran beliau masih bersifat
tradisionalis, tetapi pemikiran beliau tetap sesuai dan masih relevan
diterapkan pada zaman sekarang terutama dalam beberapa aspek, antara lain: di
dalam tujuan pendidikan, materi dan dasar yang digunakan yaitu al-Qur’an dan
Hadits.
Pemikiran beliau tentang perpaduan
antara pesantren yang tradisionalis dengan sekolah barat. Hal tersebut menunjukkan
bahwa beliau merupakan tokoh yang berusaha memelihara tradisi turun menurun
dari pondok pesantren juga mengembangkan pendidikan keilmuan di Pondok
Pesantren. Hingga sekarang, pendidikan islam berkembang dari model pesantren
tradisional, pesantren modern, madrasah dan sekolah islam. Dari tujuan
pendidikan menurut beliau bertujuan untuk mencetak lulusan siswa menjadi
seorang ulama yang intelektual dan intelek yang islami.
Dalam konsep pendidik menurut beliau
bahwa pendidik itu harus memiliki ilmu yang mumpuni, kewibawaan dan keteladaan,
tekun, ulet, bertekad menyebarluaskan ilmu, kebenaran demi kebaikan, ikut
berbaur dengan masyarakat.
Dalam mengajar seorang
guru harus memiliki niat yang tulus dan ikhlas dalam menyampaikan ilmu kepada
peserta didik. Ikhlas disini adalah pendidik harus bekerja secara profesional.
Yaitu ahli sesuai denga bidangnya. Guru harus tegas dan jelas dalam
menyampaikan ilmu, tidak menjadikan bingung dan ragu peserta didiknya, sehingga
dapat memahamkan ilmu bagi mereka.
Konsep peserta didik menurut beliau
memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap guru dan dalam belajarnya. Dalam
menuntut ilmu peserta didik hendaknya berniat suci menuntut ilmu dan untuk
mengamalkannya, mengembangakan dan melestarikan nilai-nilai islam bukan sekedar
menghilangkan kebodohan. Niatnya demi mencari ridho Allah.
C. Relevansi Pemikiran Pendidikan Islam
Tokoh K.H. Ahmad Dahlan Dengan Pendidikan Masa Terkini
Relevansi pemikiran tokoh KH. Ahmad
Dahlan tentang pendidikan terkini berpendapat bahwa kurikulum atau materi
pendidikan hendaknya meliputi:
a)
Pendidikan moral, akhlaq yaitu sebagai
usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan Al-Qur’an dan
As-Sunnah.
b)
Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha
untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh yang berkesinambungan antara
perkembangan mental dan gagasan, antara keyakinan dan intelek serta antara
dunia dengan akhirat.
c)
Pendidikan kemasyarakatan yaitu sebagai
usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.
Uraian di atas
merupakan bagian dari konsep Islam tentang manusia. Kaitannya dengan persoalan
pendidikan, maka secara ringkas dapat dikatakan bahwa dalam proses pendidikan
haruslah mampu menghasilkan lulusan yang:
a.
Memiliki kepribadian yang utuh, seimbang
antara aspek jasmani dan ruhaninya, pengetahuan umum dan pengetahuan agamanya,
duniawi dan ukhrawinya.
b.
Memiliki jiwa sosial yang penuh
dedikasi.
c.
Bermoral yang bersumber pada al-Qur’an
dan sunnah.
Sebagaimana pelaksanaan
pendidikan menurut KH. Ahmad Dahlan hendaknya didasarkan pada landasan yang
kokoh. Landasan ini merupakan kerangka filosofis bagi merumuskan konsep dan
tujuan ideal pendidikan Islam, baik secara vertikal (khaliq) maupun horizontal
(makhluk). Dalam pandangan Islam, paling tidak ada dua sisi tugas penciptaan
manusia, yaitu sebagai ‘abdAllah dan khalifah fil-ardh
D.
Relevansi
Pemikiran Pendidikan Islam Tokoh RA Kartini Dengan Pendidikan Masa Terkini
Konstruksi berpikir Kartini ini juga
mirip dengan gagasan pendidikan Muhammad Iqbal (1877-1938), intelektual
sekaligus penyair Muslim. Dalam bukunya The Reconstruction of Religous Tought
in Islam (1971), Iqbal membuat rumusan yang memadukan pendidikan berbasis
al-fikr dan zikir.
Pemikiran ini memadukan aspek kognitif
dan afektif atau dalam bahasa Kartini, kecerdasan akal, budi, dan jiwa.
Pemikiran Kartini ternyata menembus batas geografis dan gender sekalipun. Oleh
karenanya, layak jika ia pun harus didaulat sebagai tokoh pendidikan bangsa.
Kontekstualiasi gagasan pendidikan Kartini
dalam menjawab realitas dunia pendidikan saat ini tentu bisa menjadi salah satu
refleksi dan autokritik. Jika ia masih hidup, Kartini mungkin mengernyitkan
dahi jika melihat realitas dunia pendidikan kita yang lebih melihat pada sisi
kognitif semata daripada aspek pendidikan budi pekerti.Ia jelas tak
menginginkan jika peserta didik yang dihasilkan dari proses pendidikan hanya
menjadi individu yang berpikir pragmatis, mengejar target kelulusan. Kartini
tentu tidak menginginkan model dan sistem pendidikan yang memberi ruang
munculnya gejala pragmatisme yang kian meluas di dunia pendidikan kita. Masih
munculnya kasus kecurangan dalam penyelenggaraan UN, program sertifikasi
pendidik yang lebih banyak bersifat formalitas demi mendapatkan tunjangan
profesi, sekolah dan kampus berlomba-lomba menarik pungutan adalah contoh nyata
perilaku pragmatis. Dan, semuanya hanya untuk mengejar sisi materi.Pragmatisme
hanyalah salah satu gambaran dari wajah anak negeri hasil sistem pendidikan
yang hanya menekankan aspek lahiriah dan menomorduakan spiritual. Kita tentu
tak menginginkan terkungkung dan terbelenggu oleh tujuan pragmatis jangka
pendek.
Pendidikan
bukanlah untuk mengukur prestasi peserta didik dalam bentuk angka. Pendidikan seharusnya
lebih ditujukan untuk pembentukan watak dan jati diri bangsa yang agung yang
dipenuhi individu berperilaku akhlak mulia. Seperti kata Kartini, pendidikan
tidak hanya menghasilkan kecerdasan akal, tetapi budi dan jiwa.
.
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Banyak tokoh indonesia yang memiliki pemikiran maju, khususnya dalam
bidang pendidikan. Beberapa tokoh pendidikan seperti Ki Hajar Dewantara, KH
Ahmad Dahlan, Mohammad Syafei, Raden Dewi Sartika, Raden Ajeng Kartini
merupakan sejumlah tokoh pendidikan pribumi yang memberikan warna pendidikan
sampai saat ini. Tokoh-tokoh tersebut adalah insan-insan bermartabat yang
memperjuangkan pendidikan dan sekaligus pejuang kemerdekaan yang berjuang
melepaskan cengkeraman penjajah dari bumi Indonesia.
Ki Hajar Dewantara merupakan tokoh yang sangat identik dengan pendidikan
di Indonesia. Dia dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Hari lahirnya
diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ajarannya pun dipakai oleh
Departemen Pendidikan RI sebagai jargon, yaitu tut wuri handayani.
K.H. Ahmad Dahlan adalah seorang tokoh Islam yang giat memperjuangkan umat Islam juga melalui
bidang pendidikan. Dia adalah tokoh pendiri organisasi Muhammadiyah pada tahun
1912 di Yogyakarta.Mohammad
syafei yang menempuh pendidikan sampai ke Belanda dengan biaya sendiri,
kemudian ia pulang dengan menerapkan ilmunya dengan membangun sekolah yang di
beri nama INS kayutanam. Dan dimana sekolah itu berkembang dengan terbangunnya asrama dengan kapasitas 300 orang dan tiga perumahan
guru.
Raden dewi sartika adalah mengangkat derajat kaum wanita indonesia dengan
jalan memajukan pendidikannya. Alasannya, saat itu masyarakat cukup
menghawatirkan, dimana kaum wanita tidak diberi kesempatan ntuk mengejar
kemajuan. Untuk merealisasikan pendidikannya, pada tahun 1904 didirikanlah
sebuah sekolah yang diberi nama” sekolah istri” ketika pertama dibuka, sekolah
ini mempunyai murid sebanyak 20 orang, kemudian dari tahun ke tahun sekolah
yang didirikan Dewi Sartika menjadi memjadi bertambah.
Raden Ajeng Kartini Beliau terkenal sebagai seorang tokoh yang dengan gigih memperjuangkan
emansipasi wanita, yakni suatu upaya memperjuangkan hak-hak wanita agar dapat
sejajar dengan kaum pria.
Perjuangan
emansipasi wanita yang dilakukan oleh R.A. Kartini tersebut disalurkan melalui
pendidikan, yakni dengan mendirikan sekolah yang khusus bagi kaum wanita.
Dari kesimpulan diatas dapat dipahami bahwa, tokoh-tokoh pendidikan
di Indonesia sangat berpengaruh dan andil dalam perkembangan sistem
perkembangan pendidikan di Indonesia yang memiliki pemikiran maju, khususnya dalam
bidang pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
M. Sukardjo, 2009, Ukim
Komarudin, landasan pendidikan konsep dan aplikasinya,Jakarta:
Rajawali pers
Hasbullah, 2012, dasar-dasar ilmu
pendidikan, Jakarta: Rajawali pers
Mohammad, Herry, 2006, tokoh-tokoh
islam yang berpengaruh abad 20, Jakarta: Gema Insani Press
[1] M. Sukardjo, Ukim
Komarudin, landasan pendidikan konsep dan aplikasinya, (Jakarta:
Rajawali pers, 2009), hlm 95-96
[2] Hasbullah, dasar-dasar
ilmu pendidikan, (Jakarta: Rajawali pers, 2012), hlm 266
[3] Ibid, hlm
267
[4] Ibid, hlm 268
[5] M. Sukardjo,
Ukim Komarudin, op.cit, hlm 100-101
[6] Hasbullah, op.cit, hlm
270
[7] Mohammad,
Herry, tokoh-tokoh islam yang berpengaruh abad 20, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2006), hlm 7
[8] M.
Sukardjo, Ukim Komarudin, op.cit, hlm 108-110
[9] Hasbullah, op.cit, hlm
272
Komentar
Posting Komentar