KOMPETENSI GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR



Pengertian dan Hakikat Kompetesi Guru dalam Proses Belajar Mengajar

       Kompetensi diartikan sebagai sejumlah kemampuan dasar (ability) yang dibutuhkan seseorang dalam melakukan sesuatu secara efektif. Di dalam terminologi pendidikan, kompetensi tersebut berupa performance yang terlihat pada kemampuan yang dapat diamati (observable) dan terukur (measurable). Gagne (1985) mengungkapkan bahwa, “kompetensi merupakan perubahan dalam kesiapan menghadapi lingkungan sebagai hasil dari belajar tentang suatu hal”.
      kompetensi guru merupakan seperangkat penguasaan pengetahuan dan kemampuan yang harus dimiliki guru agar dapat melaksanakan pekerjaannya secara  benar dan bertanggung jawab.Pada hakikatnya, pekerjaan guru dianggap sebagai pekerjaan yang mulia, yang sangat berperan dalam pengembangan sumber daya manusia. Sejalan dengan pemikiran tersebut, maka perlu ditekankan bahwa yang layak menjadi guru adalah orang-orang pilihan yang mampu menjadi panutan bagi anak didiknya.        
     Hal ini sesuai dengan hakikat pekerjaan guru sebagai pekerjaan profesional, yang menurut Darling-Hamond & Goodwin (1993) paling tidak mempunyai tiga ciri utama. Ketiga ciri tersebut adalah:
1.penerapan ilmu dalam pelaksanaan pekerjaan didasarkan pada kepentingan individu pada setiap kasus.
2.mempunyai mekanisme internal yang terstruktur, yang mengatur rekrutmen, pelatihan, pemberian lisensi (ijin kerja), dan ukuran standar untuk praktik yang ethis dan memadai.
3.mengemban tanggung jawab utama terhadap kebutuhan kliennyaGuru merupakan suatu profesi, yang berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan.

 Kometensi Pedagogik

      Menurut Marselus R. Payong (dalam Supriyandi, 2013: 16), kata pedagogi  berasal dari bahasa yunani, paedos dan agogos (dimana paedos adalah anak dan agoge adalah mengantar atau membimbing). Oleh sebab itu pedagogi dapat diartikan sebagai proses pembimbingan anak. Dimana dalam kenyataanya tugas membimbing ini dilaksanakan bukan hanya oleh guru melainkan bisa dengan orang tua atau keluarga yang dapat dikatakan seorang pendidik.

      Kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru untuk mengelola program pembelajaran didalamnya mencakup kemampuan untuk mengelaborasi kemampuan peserta didik, merencanakan program pembelajaran, melaksanakan program pembelajaran, dan mengevaluasi program pembelajaran (Wahid Murni, dkk, 2010: 4). Martinis Yamin dan Maisah (2010: 9) mengemukakan bahwa Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan, dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dialaminya.
     Sedangkan C. Zafira (2010:10) menyatakan bahwa, kompetensi pedagogik meliputi pemahaman terhadap peserta didik secara mendalam memiliki indikator secara esensial, memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif, memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian dengan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik.
E. Mulyasa (2012: 77-78) mengemukakan bahwa secara operasional, didalam kompetensi pedagogik kemampuan guru untuk mengelola pembelajaran menyangkut tiga fungsi manajerial diantaranya:
 1. Perencanaan menyangkut penetapan tujuan, dan kompetensi, serta memperkirakan cara mencapainya.
 2. Pelaksanaan atau juga disebut impelementasi adalah proses memberikan kepastian bahwa proses belajar mengajar telah memiliki sumber daya manusia dan sarana prasarana yang diperlukan.
3. Pengendalian atau evaluasi pengendalian, bertujuan menjamin kinerja yang dicapai sesuai dengan rencana atau tujuan yang telah ditetapkan.
     Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru untuk memahami peserta didik serta kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan prinsip kognitif dan kepribadian seorang guru.
     Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan mengelola pembelajaran menglola pembelajaran yang dimaksud adalah membuat suasana belajar yang tidak cenderung monoton dan tidak terlalu memfokuskan pada pembelajaran sehingga didalam proses belajar megajar jika tidak dikelola dengan baik maka kedepannya peserta didik akan sulit untuk menerima pembelajaran dan peserta didik cenderung bosan pada saat pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu, jika dalam mengelola pembelajaran guru benar-benar serius dan aktif maka suatu pembelajaran akan lebih mudah dan menarik bagi peserta didik
Adapun kompetensi pedagogik yang harus dimiliki oleh guru
khususnya guru , meliputi:
a. Pemahaman Terhadap Peserta Didik
     Pemahaman terhadap peserta didik merupakan salah satu kompetensi pedagogik yang harus dimiliki oleh guru. Sedikitnya ada empat hal yang harus dipahami guru dari peserta didiknya, yaitu:    
1) Tingkat Kecerdasan
2) Kreativitas  : Setiap orang memiliki perbedaan dalam kreativitas baik inter
maupun intra individu. Seseorang yang kreatif pada umumnya memiliki
intelegensi yang cukup tinggi dan suka hal-hal yang baru.
3) Cacat Fisik :Kondisi fisik berkaitan dengan penglihatan, pendengaran, kemampuan berbicara, pincang (kaki), lumpuh karena kerusakan Guru harus memberikan layanan yang berbeda terhadap peserta didik yang memiliki kelainan seperti diatas dalam rangka membantu perkembangan pribadi mereka. Misalnya dalam hal jenis media yang digunakan, membantu dan mengatur posisi duduk dan lain sebagainya.
4) Perkembangan Koqnitif : Pertumbuhan dan perkembangan dapat diklasifikasikan atas koqnitif, psikologis dan fisik.
b. Perancangan Pembelajaran
      Perancangan pembelajaran merupakan salah satu kompetensi pedagogik yang harus dimiliki guru yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran. Dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. hal ini mencakup tiga kegiatan yaitu:
1) Identifikasi Kebutuhan :Kebutuhan merupakan sesuatu yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan. Identifikasi kebutuhan bertujuan untuk melibatkan dan memotivasi peserta didik agar kegiatan belajar dirasakan sebagai bagian dari kehidupan mereka dan mereka merasa memilikinya.
2) Identifikasi Kompetensi  :Kompetensi merupakan sesuatu yang ingin dimiliki oleh peserta didik dan berperan penting dalam menentukan arah pembelajaran. Kompetensi akan memberikan petunjuk yang jelas terhadap materi yang harus dipelajari, penetapan metode dan media pembelajaran serta penilaian.Oleh karena itu kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak (Thinking Skill).
3) Penyusunan Program Pembelajaran :Penyusunan program pembelajaran akan bermuara pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), sebagai produk program pembelajaran jangka pendek, yang mencakup komponen program kegiatan belajar dan proses pelaksanaan program.
c. Pelaksanaan Pembelajaran Yang Mendidik dan Dialogis : Dalam peraturan pemerintah tentang guru dijelaskan bahwa guru harus memiliki kompetensi untuk melaksanakan pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Hal ini berarti bahwa, pelaksanaan pembelajaran harus berangkat dari proses dialogis antar sesama subjek pembelajaran sehingga melahirkan pemikiran kritis dan komunikatif. Dalam pembelajaran tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku dan pembentukan kompetensi peserta didik. 
d. Pemanfaatan Teknologi Pembelajaran :Teknologi pembelajaran merupakan sarana pendukung untuk memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran dan pembentukan kompetensi, memudahkan penyajian data, informasi, materi pembelajaran dan variasi budaya. Oleh karena itu, memasuki abad 21, sumber belajar dengan mudah dapat diakses melalui teknologi informasi, khususnya internet yang didukung oleh komputer.
 Kompetensi Kepribadian
Konsep Kompetensi Kepribadian

      Dalam jurnal Pengembangan Kepribadian Guru (Nursyamsi, 2014) Kartono (2005:9) menjelaskan bahwa kepribadian itu secara langsung berhubungan dengan kapasitas psikis seseorang ; berkaitan dengan nilai-nilai etis atau kesusilaan dan tujuan hidup. Kepribadian manusia itu juga selalu mengandung unsur dinamis, yaitu ada kemajuan-kemajuan atau progress menuju suatu integrasi baru tapi system psikofisis tersebut tidak pernah akan sempurna bisa terintegrasi dengan sempurna. Kepribadian ini mencakup kemampuan adaptasi (menyesuaikan diri) yang karakteristik terhadap lingkungan.

      “Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasaan pasal 28 ayat (3) butir b, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, mejadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia” (Mulyasa, 2013:117).

      Kompetensi kepribadian memiliki andil yang sangat besar bagi pembentukkan kepribadian dan karakter peserta didik. Dalam pendidikan, guru menjadi sosok yang paling penting dalam membentuk kepribadian siswa, karena manusia memiliki naluri untuk mencontoh orang lain atau mencontoh orang yang dianggap lebih didepannya. Maka secara tidak langsung ketika guru seorang guru semakin dekat dengan siswanya maka semakin besar kemungkinan siswa tersebut akan mencontoh kepribadian guru tersebut. Selain itu, kompetensi kepribadian juga menjadi landasan terhadap kompetensi-kompetensi lainnya. Guru sebagai pendidik tidak hanya mentransfer ilmu tetapi juga harus membentuk kepribadian siswa menjadi individu yang baik.

Pentingnya Kompetensi Kepribadian

     Guru sebagai pendidik tentunya harus memiliki kepribadian yang memadai. Kompetensi guru sangat penting bagi keberlangsungan dalam pembelajaran sebab pendekatan dan penampilan guru bisa membuat peserta didik senang belajar dan juga tidak senang dalam belajar. Agar peserta didik senang belajar dan juga betah dikelas maka guru harus memiliki kepribadian yang baik. Kompetensi kepribadian yang dimiliki guru akan dicontoh dan menjadi tauladan bagi peserta didiknya. Jadi, apabila guru memiliki kepribadian yang buruk maka peserta didik juga tidak akan nyaman berada di kelas dan akan memberikan efek negatif bagi kepribadian peserta didik. Oleh karena itu, memiliki kompetensi kepribadian yang baik dan memadai sangat penting bagi guru. Berikut penjabaran kompetensi kepribadian yang harus dimiliki oleh guru:

  1. Kepribadian yang Mantap, Stabil, dan Dewasa
       Kondisi kepribadian yang belum mantap sering membuat guru melakukan tindakan-tindakan yang kurang baik, tidak profesional, tercela dan bahkan tindakan tidak senonoh sehingga merusak citra guru. Dalam membentuk kepribadian guru yang mantap, stabil dan dewasa pelatihan mental. Apabila guru memiliki kepribadian yang mantap, stabil dan dewasa sehingga mampu menjaga sikap dan perilaku serta emosinya maka peserta didik juga akan nyaman dengan guru tersebut sehingga proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik.

2.                  Kepribadian yang Disiplin, Arif, dan Berwibawa

       Dalam mendisiplinkan peserta didik  maka harus dimulai dengan pribadi guru yang disiplin, arif, dan berwibawa. Guru sebagai teladan berarti guru juga harus memberikan contoh kedisiplinan kepada peserta didiknya agar terbentuk peserta didik yang disiplin. Kedisplinan membantu peserta didik untuk menemukan jati diri, menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan mencegah timbulnya masalah terkait kedisiplinan. Oleh karena itu kedisiplinan penting bagi guru. Walaupun guru harus mendisiplinkan peserta didiknya namun guru tidak boleh menggunakan kekerasan dalam hal itu, guru harus mendisiplinkan peserta didiknya dengan kasih sayang. Untuk mencapai kedisiplinan, guru harus mampu melakukan hal-hal berikut:

  1. Membantu peserta didik mengembangkan pola perilaku diri sendiri
  2. Membantu peserta didik meningkatkan standar perilakunya
  3. Menggunakan pelaksanaan aturan sebagai alat untuk menegakkan kedisiplinan
  4. Menjadi Teladan bagi Peserta Didik

      Guru adalah teladan bagi peserta didik dan orang-orang yang mengganggap ia sebagai guru. Profesi sebagai seorang guru mengharuskan memiliki kepribadian yang baik karena menjadi teladan bagi peserta didiknya. Menjadi teladan bagi orang lain bukanlah hal yang mudah karena setiap tindakan yang guru lakukan akan dinilai dan dicontoh oleh peserta didiknya.

      Menurut Mulyasa dalam bukunya yang berjudul Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru (2013:127), “Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik dan orang-orang di sekitar lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Sehubungan itu, beberapa hal di bawah ini perlu mendapat perhatian dan bila perlu didiskusikan dengan guru:

  1. Sikap dasar: postur psikologis yang akan nampak dalam masalah-masalah penting, seperti keberhasilan, kegagalan, pembelajaran, kebenaran, hubungan antar manusia, agama, pekerjaan, permainan dan diri.
  2. Bicara dan gaya bicara: penggunaan bahasa sebagai alat berpikir.
  3. Kebiasaan bekerja: gaya yang dipakai oleh seseorang dalam bekerja yang ikut mewarnai kehidupannya.
  4. Sikap melalui pengalaman dan kesalahan: pengertian hubungan antara luasnya pengalaman dan nilai serta tidak mungkinnya mengelak dari kesalahan.
  5. Pakaian: merupakan perlengkapan pribadi yang amat penting dan menampakkan ekspresi seluruh kepribadian.
  6. Hubungan kemanusiaan: diwujudkan dalam semua pergaulan manusia, intelektual, moral, keindahan, terutama bagaimana berperilaku.
  7. Proses berpikir: cara yang digunakan oleh pikiran dalam menghadapi dan memecahkan masalah.
  8. Perilaku neurotis: suatu pertahanan yang dpergunakan untuk melindungi diri dan bisa juga untuk menyakiti orang lain.
  9. Selera: pilihan yang secara jelas merefleksikan nilai-nilai yang dimiliki oleh pribadi yang bersangkutan.
  10. Keputusan: keterampilan rasional dan intuitif yang dipergunakan untuk menilai setiap situasi.
  11. Kesehatan: kualitas tubuh, pikiran dan semangat yang merefleksikan kekuatan, prespektif, sikap tenang, antusias, dan semangat hidup.
  12. Gaya hidup secara umum: apa yang dipercaya oleh seseorang tentang setiap aspek kehidupan dan tindakan untuk mewujudkan kepercayaan itu.
  13. Berakhlak Mulia

      Guru sebagai pendidik seharusnya memiliki akhlak yang mulia. Guru sebagai pendidik tidak hanya mengajar tetapi juga sebagai penasehat peserta didik maupun orang tua wali peserta didik ketika mereka memiliki masalah dengan pembelajaran. Guru sebagai penasihat harus memiliki akhlak mulia agar mampu menasihati peserta didiknya sehingga peserta didik mampu mengambil keputusan dengan baik. Guru sebagai penasihat berarti menjadi orang kepercayaan bagi peserta didiknya karena ketika peserta didik mempunyai masalah maka mereka akan lari kepada guru mereka dan berusaha untuk meminta solusi.

Semakin efektif guru mampu menangani masalah yang peserta didik hadapi maka semakin banyak kemungkinan peserta didik akan datang kepada gurunya untuk mendapatkan solusi dari permasalahan yang mereka hadapi.

      Agar guru menyadari perannya sebagai penasihat dan orang kepercayaan maka sebagai guru harus memahami psikologi kepribadian dan ilmu kesehatan mental, dan juga akhlak mulia. Dengan memiliki akhlak yang mulia maka guru diharapkan memiliki sikap percaya diri dan tidak tergoyahkan agar mampu menyelesaikan setiap permasalahan peserta didik dengan baik. Agar memiliki akhlak yang mulia maka niat guru dalam mendidik haruslah ikhlas, tidak semata-mata untuk mencari keuntungan, tetapi untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang berkualitas dan berkepribadian bagus.

 Kompetensi Sosial

      Kompetensi sosial adalah karakter, sikap dan perilaku atau kemauan dan kemampuan untuk membangun simpul- simpul kerja sama dengan orang lain yang relative bersifat stabil ketika menghadapi permasalahan di tempat kerja yang terbentuk malalui sinergi atau watak, konsep diri, motivasi internal serta kapasitas pengetahuan sosial (Spencer dan Spencer, 1993: 39). Kompetensi sosial adalah kemampuan guru dalam berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah (Wibowo dan Hamrin, 2012:124). Seorang guru harus berusaha mengembangkan komunikasi dengan orang tua peserta didik sehingga terjalin komunikasi dua arah yang berkelanjutan. Dengan adanya komunikasi dua arah, peserta didik dapat dipantau secara lebih baik dan dapat mengembangkan karakternya secara lebih efektif pula. Suharsimi juga memberikan argumennya mengenai kompetensi sosial. Menurut beliau, kompetensi sosial haruslah dimiliki seorang guru, yang mana guru harus memiliki kemampuan dalam berkomunikasi dengan siswa, sesama guru, kepala sekolah, dan masyarakat sekitarnya.
      Dalam Standar Nasional Pendidikan, Pasal 28 ayat (3) butir d, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar (dalam Mulyasa, 2007:173). Hal tersebut diuraikan lebih lanjut dalam RPP tentang guru, bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya memiliki kompetensi

  1. Berkomunikasi secara lisan, tulisan, dan isyarat.
  2. Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional.
  3. Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, dan orang tua/wali peserta didik.
  4. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.

Kompetensi sosial menurut Slamet (dalam Sagala, 2009:38) terdiri dari sub kompetensi yaitu :     
  1. Memahami dan menghargai perbedaan serta memiliki kemampuan mengelola konflik dan benturan.
  2. Melaksanakan kerja sama secara harmonis.
  3. Membangun kerja team (team work) yang kompak, cerdas, dinamis dan lincah
  4. Melaksanakan komunikasi secara efektif dan menyenangkan.
  5. Memiliki kemampuan memahami dan menginternalisasikan perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap tugasnya.
  6. Memiliki kemampuan menundukkan dirinya dalam sistem nilai yang berlaku di masyarakat.
  7. Melaksanakan prinsip tata kelola yang baik. 
      Berdasarkan beberapa pengertian kompetensi sosial di atas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi sosial guru adalah kemampuan dan kecakapan seorang guru dalam berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif pada pelaksanaan proses pembelajaran serta masyarakat sekitar.Menurut Karl Alberch (2006) terdapat lima dimensi kecerdasan sosial, yaitu (Suharsaputra, 2010) : (1) Situational Awareness. Kesadaran akan situasi yang dapat membuat orang lain merasa senang dan nyaman; (2) Presence Yaitu kehadiran yang dapat membuat orang lain merasa senang dan nyaman; (3) Authenticity. Keorisinilan dalam bersikap, dapat menerima keadaan sendiri dan mau menerima keadaan orang lain; (4) Clarity. Yaitu kejelasan dalam berkomunikasi dan memberikan informasi kepada orang lain; dan (5) Emphaty, Yaitu dapat turut merasakan kondisi orang lain serta penuh perhatian dalam berinteraksi dengan orang lain.
      Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pada Pasal 4 ayat 1, menyatakan "pendidikan diselenggarakn secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa".Pernyataan -ini menunjukkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan, tidak dapat diurus dengan paradigma birokratik.Karena jika paradigma birokratik yang dikedepankan, tentu ruang kreatifitas dan invoasi dalam penyelenggaraan pendidikan khususnya pada satuan pendidikan sesuai semangat UU SPN 2003 tersebut tidak akan terpenuhi. Penyelenggaraan pendidikan secara demokratis khususnya dalam memberi layanan belajar kepada peserta didik mengandung dimensi sosial, oleh karena itu dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik mengedepankan sentuhan sosial. Artinya kompetensi sosial terkait dengan kemampuan guru sebagai makhluk sosial dalam berinteraksi dengan orang lain. Sebagai makhluk sosial guru berperilaku santun, mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan secara efektif dan menarik mempunyai rasa empati terhadap orang lain. Kemampuan guru berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan menarik dengan peserta didik, sesama pendidik dan tenaga kependidikan, orangtua dan wali peserta didik, masyarakat sekitar sekolah dan sekitar di mana pendidik itu tinggal, dan dengan pihak-pihak berkepentingan dengan sekolah. Kondisi objektif ini menggambarkan bahwa kemampuan sosial guru tampak ketika bergaul dan melakukan interaksi sebagai profesi maupun sebagai masyarakat, dan kemampuan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari (Suharsaputra, 2010). Sentuhan sosial, menunjukkan seorang profesional dalam melaksanakan harus dilandasi nilai-nilai kemanusiaan, dan kesadaran akan dampak lingkungan hidup dari efek pekerjaannya, serta mempunyai nilai ekonomi bagi kemaslahatan masyarakat secara lugas.
    Kompetensi sosial menurut Slamet PH (2006) terdiri dari:
(1) memahami dan menghargai perbedaan (respek) serta memiliki kemampuan mengelola konflik dan benturan.
(2) melaksanakan kerjasama secara harmonis dengan kawan sejawat, kepala sekolah dan wakil kepala sekolah dan pihak-pihak terkait lainnya.
 (3) membangun kerja tim (teamwork) yang kompak, cerdas, dinamis, dan lincah; (4) melaksanakan komunikasi (oral, tertulis, tergambar) secara efektif dan menyenangkan dengan seluruh warga sekolah, orangtua peserta didik, dengan kesadaran sepenuhnya bahwa masing-masing memiliki pesan dan tanggungjawab terhadap kemajuan pembelajaran;
(5) memiliki kemampuan memahami dan menginternalisasikan perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap tugasnya
(6) memiliki kemampauan mendudukkan dirinya dalam sistem nilai yang berlaku di masyarakat sekitarnya; dan
(7) melaksanakan prinsip-prinsip tata kelola yang baik (misalnya: partisipasi, tranparasi, akutabilitas, penegakan hukum, dan profesionalisme).
Ruang Lingkup Kompetensi Sosial
      Berkaitan dengan ruang lingkup kompetensi sosial guru, Sanusi (1991) mengungkapkan bahwa “kompetensi sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru”. Menurut Permendiknas No. 16 tahun 2007 terdapat 5 kompetensi sosial yang harus dimiliki oleh guru yang diuraikan secara perinci sebagai berikut:
  1. Terampil berkomunikasi dengan peserta didik dan orang tua peserta didik.
  2. Bersikap simpatik.
  3. Dapat bekerja sama dengan dewan pendidikan/komite sekolah.
  4. Pandai bergaul dengan kawan sekerja dan mitra pendidikan.
  5. Memahami dunia sekitarnya (lingkungannya).
      Dengan demikian indikator kemampuan sosial guru adalah mampu berkomunikasi dan bergaul dengan peserta didik, sesama pendidik dan tenaga kependidikan, orangtua dan wali murid, masyarakat dan lingkungan sekitar, dan mampu mengembangkan jaringan.
     Karakteristik Guru yang Memiliki Kompetensi Sosial
Menurut Musaheri, ada dua karakteristik guru yang memiliki kompetensi sosial, yaitu:
a. Berkomunikasi secara santun
Les Giblin menawarkan lima cara terampil dalam melakukan komunikasi dengan santun, yaitu   :                                          
  1. Ketahuilah apa yang ingin anda katakan
  2. Katakanlah dan duduklah
  3. Pandanglah pendengar
  4. Bicarakan apa yang menarik minat pendengar
  5. Janganlah membuat sebuah pidato.
b. Bergaul secara efektif
      Bergaul secara efektif mencakup mengembangkan hubungan secara efektif dengan siswa. Dalam bergaul dengan siswa, haruslah menggunakan prinsip saling menghormati, mengasah, mengasuh dan mengasihi. Ada 7 kompetensi sosial yang harus dimiliki agar guru dapat berkomunikasi dan bergaul secara efektif, baik di sekolah , maupun di masyarakat yakni :
  1. Memiliki pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama.
  2. Memiliki pengetahuan tentang budaya dan tradisi.
  3. Memiliki pengetahuan tentang inti demokrasi.
  4. Memiliki pengetahuan tentang estetika.
  5. Memiliki apresiasi dan kesadaran sosial.
  6. Memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan.
  7. Setia terhadap harkat dan martabat manusia.
Selain itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru berkaitan dengan kompetensi sosial dalam berkomunikasi dengan orang lain, antara lain:
       1.Bekerja sama dengan teman sejawat.
       2.Bekerja sama dengan kepala sekolah.
       3. Bekerja sama dengan siswa.
Adapun hal-hal yang menentukan keberhasilan komunikasi dalam kompetensi social seorang guru adalah :
1.Audience atau sasaran komunikasi, yakni dalam berkomunikasi hendaknya memperhatikan siapa sasarannya sehingga sang komunikator bisa menyesuaikan gaya dan “irama” komunikasi menurut karakteristik sasaran. Berkomunikasi dengan siswa SD tentu berbeda dengan siswa SMP dan SMA.
2.Behaviour atau perilaku, yakni perilaku apa yang diharapkan dari sasaran setelah berlangsung dan selesainya komunikasi. Misalnya seorang guru sejarah sebagai komunikator ketika sedang berlangsung dan setelah selesai menjelaskan Peristiwa Pangeran Diponegoro, perilaku siswa apa yang diharapkan. Apakah siswa menjadi sedih dan menangis merenungi nasib bangsanya, atau siswa mengepalkan tangan seolah-olah akan menerjang penjajah Belanda. Hal ini sangat berkait dengan keberhasilan komunikasi guru sejarah tersebut.
  1. Condition atau kondisi, yakni dalam kondisi yang seperti apa ketika komunikasi sedang berlangsung. Misalnya ketika guru Matematika mau menjelaskan rumus-rumus yang sulit harus. Seorang guru harus mengetahui kondisi siswa tersebut, apakah sedang gembira atau sedang sedih, atau sedang kantuk karena semalam ada acara. Dengan memahami kondisi seperti ini maka guru dapat menentukan strategi apa yang ia gunakan agar nantinya apa yang diajarkan bisa diterima oleh siswa.
  2. Degree atau tingkatan, yakni sampai tingkatan manakah target bahan komunikasi yang harus dikuasai oleh sasaran itu sendiri. Misalnya saja ketika seorang guru Bahasa Inggris menjelaskan kata kerja menurut satuan waktunya, past tense, present tense dan future tense, berapa jumlah minimal kata kerja yang harus dihafal oleh siswa pada hari itu. Jumlah minimal kata kerja yang dikuasai oleh siswa dapat dijadikan sebagai alat ukur keberhasilan guru Bahasa Inggris tersebut. Apabila tercapai berarti ia berhasil, sebaliknya apabila tidak tercapai berarti ia gagal.

Pentingnya Kompetensi Sosial
      Dalam menjalani kehidupan, guru menjadi seorang tokoh dan panutan bagi peserta didik dan lingkungan sekitarnya. Abduhzen mengungkapkan bahwa “Imam Al-Ghazali menempatkan profesi guru pada posisi tertinggi dan termulia dalam berbagai tingkat pekerjaan masyarakat. Guru mengemban dua misi sekaligus, yaitu tugas keagamaan dan tugas sosiopolitik”. Yang dimaksud dengan tugas keagamaan menurut Al-Ghazali adalah tugas guru ketika ia melakukan kebaikan dengan menyampaikan ilmu pengetahuan kepada manusia guru merupakan makhluk termulia di muka bumi. Sedangkan yang dimaksud dengan tugas sosiopolitik adalah bahwa guru membangun, memimpin, dan menjadi teladan yang menegakkan keteraturan, kerukunan, dan menjamin keberlangsungan masyarakat (dalam Mulyasa, 2007: 174).Sebagai individu yang berkecimpung dalam pendidikan, guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik. Tuntutan akan kepribadian sebagai pendidik kadang-kadang dirasakan lebih berat dibanding profesi lainnya. Ungkapan yang sering digunakan adalah bahwa “guru bisa digugu dan ditiru”. Digugu maksudnya bahwa pesan-pesan yang disampaikan guru bisa dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidupnya bisa ditiru atau diteladani. Untuk itu, guru haruslah mengenal nilai-nilai yang dianut dan berkembang di masyarakat tempat melaksanakan tugas dan bertempat tinggal. Apabila ada nilai yang bertentangan dengan nilai yang dianutnya, maka haruslah ia menyikapinya dengan hal yang tepat sehingga tidak terjadi benturan nilai antara guru dengan masyarakat. Apabila terjadi benturan antara keduanya maka akan berakibat pada terganggunya proses pendidikan. Oleh karena itu, seorang guru haruslah memiliki kompetensi sosial agar nantinya apabila terjadi perbedaan nilai dengan masyarakat, ia dapat menyelesaikannya dengan baik sehingga tidak menghambat proses pendidikan.
    
Peran Guru di Masyarakat
      Guru merupakan kunci penting dalam kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat. Oleh karena itu dia harus memiliki kompetensi untuk melakukan beberapa hal sebagai berikut:
(1) Membantu sekolah dalam melaksanakan teknikteknik Husemas. Meskipun kepala sekolah merupakan orang kunci dalam pengelolaan Husemas, akan tetapi kepala sekolah tidak mungkin melaksanakan program Husemas tanpa bantuan guru-guru. Guru-guru dapat ditugasi kepala sekolah melaksanakan hal-hal yang berkaitan dengan Husemas, disesuaikan dengan jenis dan bentuk kegiatan yang ada. Sebagai contoh, apabila kepala sekolah ingin melaksanakan kunjungan ke rumah siswa, maka kepala sekolah dapat mendelegasikan tugas kepada guru. Guru-guru juga dapat ditugasi kepala sekolah untuk membuat program kerja yang mempunyai dampak terhadap popularitas sekolah.
(2) Membuat dirinya lebih baik lagi dalam bermasyarakat. Guru adalah tokoh  milik masyarakat. Tingkah laku atau sepak terjang yang dilakukan guru di sekolah dan di masyarakat menjadi sesuatu yang sangat penting. Apa yang dilakukan atau tidak dilakukan guru  menjadi panutan masyarakat. Dalam posisi yang demikian inilah guru harus memperlihatkan perilaku yang prima. Apabila masyarakat telah mengetahui bahwa guru-guru sekolah tertentu dapat dijadikan suri teladan di masyarakat, kepercayaan masyarakat terhadap sekolah akan menjadi lebih besar yang pada akhirnya bantuan sekolah pun akan menjadi lebih besar.
(3) Dalam melaksanakan semua itu guru harus  melaksanakan kode etiknya. Kode etik guru merupakan seperangkat aturan atau rambu-rambu yang diikuti dan tidak boleh dilanggar oleh guru. Kode etik mengatur guru untuk menjadi manusia terpuji di mata masyarakat. Karena kode etik juga merupakan cerminan kehendak masyarakat terhadap guru, maka menjadi suatu kewajiban guru untuk melaksanakan atau mengikutinya. Kompetensi sosial guru adalah kemampuan guru untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang baik serta kemampuan unutk mendidik, membimbing masyarakat dalam menghadapi kehidupan di masa yang akan datang. Adapun peran guru di masyarakat dalam kaitannya dengan kompetensi sosial dapat diuraikan sebagai berikut : (1) Guru sebagai Petugas Kemasyarakatan. Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa guru memegang peranan sebagai wakil masyarakat yang representative sehingga jabatan guru sekaligus merupakan jabatan kemasyarakatan. Guru bertugas membina masyarakat agar masyarakat berpastisipasi dalam pembangunan. Untuk melaksanakan tugas itu, guru harus memiliki kompetensi sebagai berikut (Mulyasa, 2007: 179): (a) Aspek normatif kependidikan, yaitu untuk menjadi guru yang baik tidak cukup digantungkan kepada bakat, kecerdasan, kecakapan saja, tetapi juga harus beritikad baik sehingga hal ini menyatu dengan norma yang dijadikan landasan dalam melaksanakan tugasnya; (b) Pertimbangan sebelum memilih jabatan guru; dan (c) Mempunyai program meningkatkan kemajuan masyarakat dan kemajuan pendidikan.
(2) Guru di Mata Masyarakat. Dalam pandangan masyarakat guru memiliki tempat tersendiri karena fakta menunjukkan bahwa ketika seorang guru berbuat senonoh, menyimpang dari ketentuan atau kaidah-kaidah masyarakat dan menyimpang dari apa yang diharapkan masyarakat, langsung saja masyarakat memberikan suara sumbang kepada guru itu. Kenakalan anak yang kini menggenjala di berbagai tempat, sering pula tanggungjawabnya di tudingkan kepada guru sepenuhnya dan sering pula dilupakan apa yang dilihat, didengar anak serta pergaulan anak dalam kehidupan masyarakat sehari-hari (Mulyasa, 2007: 180). Dalam kedudukan seperti itu, guru tidak lagi dipandang sebagai pengajar di kelas, tapi darinya diharapkan pula tampil sebagai pendidik, bukan saja terhadap peserta didiknya  di kelas, namun juga sebagai pendidik di masyarakat yang seyogyanya memberikan teladan yang baik kepada masyarakat. Untuk itu, guru harus memiliki kompetensi sebagai berikut:
(a) Mampu berkomunikasi dengan masyarakat
(b) Mampu bergaul dan melayani masyarakat dengan baik
(c) Mampu mendorong dan menunjang kreativitas masyarakat
 (d) Menjaga emosi dan perilaku yang kurang baik. 
Tanggung jawab Sosial Guru, Peranan guru di sekolah tidak lagi terbatas untuk memberikan pembelajaran, tetapi harus memikul tanggungjawab yang lebih banyak, yaitu bekerja sama dengan mengelola pendidikan lainnya dalam lingkungan masyarakat. Untuk itu, guru harus mempunyai kesempatan lebih banyak melibatkan diri dalam kegiatan di luar sekolah. Perangkat kompetensi yang dijabarkan secara operasional di atas merupakan bekal bagi calon guru dalam menjalankan tugas dan tagging jawabnya di lapangan dan di sekolah (Mulyasa, 2007: 181). 
Guru Sebagai Agen Perubahan Sosial 
      UNESCO mengungkapkan bahwa guru adalah agen perubahan yang mampu mendorong terhadap pemahaman dan toleransi, dan tidak sekedar hanya mencerdaskan peserta didik tetapi mampu mengembangkan kepribadian yang utuh, berakhlaq dan berkarakter. Salah satu tugas guru adalah menterjemahkan pengalaman yang telah lalu ke dalam kehidupan yang bermakna bagi peserta didik. Dalam hal ini terdapat jurang yang dalam dan luas antar generasi yang satu dengan yang lain, demikian halnya pengalaman orang tua memiliki arti lebih banyak dari pada nenek kita. Seorang peserta didik yang belajar sekarang, secara psikologis berada jauh dari pengalaman manusia yang harus dipahami, dicerna dan diwujudkan dalam pendidikan. Guru harus menjembatani jurang ini bagi peserta didik, jika tidak, maka hal ini dapat mengambil bagian dalam proses       belajar yang berakibat tidak menggunakan potensi yang dimilikinya. Tugas guru adalah memahami bagaimana keadaan jurang pemisah ini, dan bagaimana menjembataninya secara efektif. Jadi yang menjadi dasar adalah pikiran-pikiran tersebut, dan cara yang dipergunakan untuk mengekspresikan dibentuk oleh corak waktu ketika cara-cara tadi dipergunakan (Mulyasa, 2007: 182). Bahasa memang merupakan alat untuk berpikir, melalui pengamatan yang dilakukan dan menhusun kata-kata serta menyimpan dalam otak, terjadilah pemahaman sebagai hasil belajar. Hal tersebut selalu mengalami perubahan dalam seiap generasi, dan perubahan yang dilakukan melalui pendidikan akan memberikan hasil yang positif (Mulyasa, 2007: 183). Unsur yang hebat dari manusia adalah kemampuannya untuk belajar dari pengalaman orang lain. Kita menyadari bahwa manusia normal dapat menerima pendidikan, dengan memiliki kesempatan yang cukup, ia dapat mengambil bagian dari pengalaman yang bertahun-tahun, proses belajar serta prestasi manusia dan mewujudkan yang terbaik dalam suatu kepribadian yang unik dalam jangka waktu tertentu. Manusia tidak terbatas dalam pengalaman pribadinya, melainkan dapat mewujudkan pengalaman dari semua waktu dan dari setiap kebudayaan. Dengan demikian ia dapat berdiri bebas pada saat terbaiknya, dan guru yang tidak sensitif adalah buta akan arti kompetensi professional. Kemampuan manusia yang unik ini harus dikembangkan sehingga memberikan arti penting terhadap kinerja guru. Prinsip modernsasi  tidak hanya diwujudkan dalam bentuk buku-buku sebagaui alat utama pendidikan, melainkan dalam semua rekaman tentang pengalaman manusia. Tugas guru adalah menterjemahkan kebijakan dan pengalaman yang berharga ini ke dalam istilah atau bahasa modern yang akan diterima oleh peserta didik. Pada kenyataannya, semua pikiran manusia harus dikemukakan kembali di setiap generasi oleh para guru yang tentu saja dengan berbagai perbedaan yang dimiliki secara individual, termasuk siapa saja yang berminat untuk menulis.
Cara Mengembangkan Kecerdasan Sosial oleh Guru
      Banyak cara yang dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan sosial di lingkungan sekolah. Cara tersebut antara lain diskusi terhadap masalah, bermain peran dan kunjungan langsung ke masyarakat dan lingkungan sosial yang beragam. Jika kegiatan dan metode-metode pembelajaran tersebut dilakukan secara efektif, maka akan dapat mengembangkan kecerdasan sosial bagi seluruh warga sekolah, sehingga mereka menjadi warga yang perduli terhadap kondisi sosial masyarakat dan ikut memecahkan berbagai permasalahan sosial yang dihadapi oleh masyarakat (Winarno, 2008: 183).

Kompetensi Profesional

      Kompetensi profesional guru merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru dalam jenjang pendidikan. Dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen bahwa kompetensi yang perlu dimiliki oleh guru meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
      Menurut Uno, kompetensi profesional guru adalah seperangkat kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru agar ia dapat melaksanakan tugas mengajar dengan berhasil. Sedangkan menurut Tilaar kompetensi profesional yang perlu dimiliki oleh setiap guru antara lain: kemampuan untuk mengembangkan kepribadian pribadi peserta didik, khususnya kemampuan intelektualnya, serta membawa peserta didik menjadi anggota masyarakat Indonesia yang bersatu berdasarkan Pancasila.
     Berdasarkan pendapat di atas memberikan petunjuk kepada kita bahwa seorang guru profesional adalah mereka yang menguasai falsafah pendidikan nasional, pengetahuan yang luas khususnya bahan pelajaran yang akan diberikan kepada siswa, memiliki kemampuan menyusun program pembelajaran dan melaksanakannya. Selain itu guru profesional dapat mengadakan penilaian dalam proses pembelajaran, melakukan bimbingan kepada siswa untuk mencapai tujuan program pembelajaran, selain itu juga sebagai administrator, dan sebagai komunikator.
     Guru profesional adalah guru yang mampu mengelola dirinya sendiri dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan mampu melaksanakan tugas secara optimal untuk kepentingan pencapaian hasil belajar siswa khususnya dan pencapaian mutu pendidikan pada umumnya.
      Seorang guru mempunyai kewajiban yang lebih komprehensif dalam melaksanakan keprofesionalan sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Guru dan Dosen tahun 2005 adalah
(1) merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran,
(2) meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni,
(3) bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status ekonomi peserta didik dalam pembelajaran,
(4) menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika, dan
(5) memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
     Sardiman dalam Uno menyatakan guru disyaratkan untuk memiliki sepuluh kemampuan dasar, yaitu:
(1) Menguasai bahan,
(2) mengelola program belajar,
(3) mengelola kelas,
(4) menguasai media atau sumber belajar,
(5) menguasai landasan kependidikan,
(6) mengelola interaksi belajar mengajar,
(7) menilai prestasi siswa,
(8) mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan,
(9) mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah, serta
(10) memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian untuk keperluan pendidikan dan pengajaran.
     Dari pendapat-pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa komponen kompetensi profesional guru yaitu: (1) penguasaan materi ajar, (2) Kemampuan mengelola pembelajaran, (3) pengetahuan tentang evaluasi. Ketiga kelompok kompetensi ini pada dasarnya merupakan hasil kerja kognitif seorang guru. Sarwono mendefinisikan kognitif sebagai kognisi yaitu bagian dari jiwa manusia yang mengolah informasi, pengetahuan, pengalaman, dorongan, perasaan, dan sebagainya baik yang datang dari luar maupun dari dalam diri sendiri membentuk simpulan-simpulan yang menghasilkan perilaku. Dari pengertian ini guru yang tidak memiliki ranah kognitif akan mengalami kesulitan dalam memahami dan meyakini manfaat ilmu pengetahuan dan menangkap pesan moral yang terkandung dalam setiap ilmu pengetahuan.
      Dengan demikian kompetensi profesional guru adalah kemampuan yang dimiliki oleh guru yang merupakan hasil kerja kognitif untuk melaksanakan tugas sehingga siswa memperoleh hasil belajar yang optimal, sehingga terciptanya pendidikan yang berkualitas atau bermutu. Kemampuan itu meliputi:
(1) penguasaan materi pelajaran,
(2) kemampuan mengelola pembelajaran, dan

(3) pengetahuan tentang evaluasi.

Pengertian Peluang Suatu Kejadian

Sadarkah kamu jika hidup itu penuh dengan kemungkinan? Misalnya saja kamu mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi. Apakah kamu bisa memasti...